Belanda dapat menjalin hubungan dengan Kerajaan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Adam. Namun, ketika Sultan Adam wafat, Belanda mulai turut campur dalam urusan pergantian takhta kerajaan. Akibatnya, rakyat tidak menyukai Belanda.
Ada tiga kelompok bangsawan yang ingin menduduki takhta kerajaan sepeninggalan Sultan Adam. Mereka itu adalah sebagai berikut:
- Kelompok Pangeran Tamjid Illah (cucu Sultan Adam) yang dibenci rakyat karena tingkah lakunya yang buruk. Kelompok ini mendapat dukungan Belanda sehingga dapat menggantikan takhta Sultan Adam.
- Kelompok Pangeran Prabu Anom (Putra Sultan Adam) juga tidak disenangi rakyat akibat tindakannya yang sewenang-wenang.
- Kelompok Pangeran Hidayatullah (cucu Sultan Adam) adalah kelompok yang disenangi rakyat dan dicalonkan sebagai pengganti Sultan Adam.
Ketika Sultan Adam wafat, Belanda dengan sengaja dan sepihak melantik Pangeran Tamjid Illah sebagai sultan. Tentu saja rakyat menolak tindakan Belanda itu. Prabu Anom yang merupakan saingan Pangeran Tamjid Illah diasingkan oleh Belanda ke Jawa. Dengan demikian, tinggallah Pangeran Hidayatullah sebagai saingan Pangeran Tamjid Illah.
Di tengah-tengah perebutan takhta meletuslah Perang Banjar (1859) dengan Pangeran Antasari sebagai tokohnya.
Pangeran Antasari, seorang tokoh bangsawan yang sudah lama hidup di kalangan rakyat, tampil ke depan memimpin barisan. Beliau didukung oleh Kiai Demang Lamang, Haji Nasrun, Haji Bayasin, dan Kiai Langlang. Pada bulan April 1859 pasukannya menyerang pos Belanda di Martapura dan Pengaron dan berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio.
Belanda melancarkan serangan balasan sehingga terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Belanda dan pasukan rakyat Banjar yang dipimpin oleh Kiai Demang Lamang, Tumenggung Surapati, dan Pangeran Antasari. Tumenggung Surapati bersama Antasari berhasil membakar dan menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda di Sungai Barito.
Sementara itu, Pangeran Hidayatullah makin jellas memihak rakyat dan menjadi penentang Belanda. Belanda berusaha menarik simpati rakyat dengan menurunkan pangeran Tamjid Illah dari jabatan sultan dan menggantikannya dengan pangeran Hidayatullah. Namun, Pangeran Hidayatullah menolak jabatan itu. Belanda akhirnya bersikap menghapus Kerajaan Banjar dan memasukkan wilayahnya langsung di bawah pemerintahannya (1860).
Perlawanan rakyat Banjar makin meluas. Para ulama dan pimpinan ada yang ikut memberontak sehingga memperkuat barisan pejuang. Pangeran Hidayatullah secara terang-terangan memihak Pangeran Antasari dan terus melakukan pertempuran bersama rakyat Banjar. Karena kekurangan persenjataan, pada tahun 1862 pangeran Hidayat tertangkap kemudian diasingkan ke Jawa.
Pangeran Antasari |
Pangeran Antasari terus melakukan pertempuran bersama rakyat. Bahkan pada bulan Maret 1862 Antasari diangkat menjadi sultan dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Meskipun telah menjadi sultan, Pangeran Antasari tetap berperang melawan Belanda. Pangeran Antasari yang sudah lanjut usia akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia pada tanggal 31 Oktober 1862.
Setelah Pangeran Antasari wafat, perjuangan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Gusti Matseman bersama pejuang lain. Namun, karena banyak pemimpin yang ditangkap Belanda dan gugur dalam pertempuran, perlawanan rakyat Banjar menjadi lemah. Disamping itu, lambat laun pejuang bercerai berai. Walaupun perlawanan melemah, rakyat Kalimantan Selatan pantang mundur sehingga mempersulit Belanda dalam menguasai Kalimantan Selatan (Banjar).