Trunojoyo adalah salah seorang bupati di Madura yang tidak senang kepada Amangkurat I (Putra Sultan Agung) yang menjalin hubungan dengan Belanda (VOC). Trunojoyo memulai perlawanan dengan VOC pada tahun 1647. Perlawanan Trunojoyo merupaka pemberontakan rakyat yang sudah tidak tahan terhadap penindasan Amangkurat I. Dalam waktu yang singkat, daerah pengaruh Trunojoyo meluas hingga Jawa Timur dan pantai utara Jawa Tengah. Amangkurat I bermaksud meminta banttuan kepada VOC setelah kewalahan menghadapi serangan Trunojoyo. Setelah mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh Mataram, Belanda segera mengirimkan pasukan.
Pasukan Trunojoyo berhasil mendesak pasukan Belanda dan Mataram yang akhirnya dapat menduduki ibu kota Kerajaan Mataram. Setelah ibu kota dikuasai (1677), seluruh perangkat kebesaran keraton diangkut ke Kediri. Kota Kediri dijadikan pusat pemerintahan. Amangkurat I meninggalkan istana kerajaan Mataram di Tegalarum. Usaha Amangkurat I untuk mencari bantua VOC dilanjutkan oleh putranya yang menyebut dirinya Amangkurat II. Amangkurat II meminta bantuan VOC ke Jepara dan permintaan tersebut dikabulkan oleh VOC. Tentara VOC dipimpin oleh Kapten Tack bersama pasukan Mataram menuju Kediri. Trunojoyo terdesak dan berusaha bergabung dengan tentara Makassar di Bangil. Di daerah itu, ia membangun benteng yang kuat. Pasukan VOC menyerang benteng terakhir Trunojoyo di Bangil.
Kekuatan Belanda bertambah dengan kedatangan bantuan dari Aru Palaka. Belanda dapat merebut benteng di Bangil. Trunojoyo dapat meloloskan diri ke sebelah utara Gunung Kelud. Pasukan VOC yang berasal dari Ambon di bawah Kapten Jonker melakukan pengejaran terhadap Trunojoyo. Akibat kekurangan bahan makanan, Trunojoyo dapat ditangkap (1679). Selanjutnya, Trunojoyo diserahkan kepada Amangkurat II dan dijatuhi hukuman mati.
Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Trunojoyo, tentara VOC dan Mataram menyerang ibu kota Mataram di Plered yang sedang diduduki oleh Pangeran Puger, Ibu Kota Kerajaan Mataram berhasil direbut oleh Amangkurat II dan dinobatkan sebagai Raja Mataram. Amangkurat II memindahkan keratonnya dari Plered ke Kartasura (1679). Amangkurat II harus menandatangani perjanjian dengan VOC yang isinya sangat merugikan mataram. Sejak saat itu, Mataram jatuh ke tangan VOC.